Wednesday, 16 October 2013

Lelaki Sepatu Klimis 1

Aku berlari menuju emperan toko terdekat. “Aish, sial!” umpatku. Hujan turun sangat derasnya dengan tibatiba. Baru saja lima menit yang lalu aku keluar dari gerbang sekolah dengan cuaca yang bisa dibilang sangat panas kini berubah mendung gelap serta hujan dengan tanpa ragu terus menerus mengguyur kota ini. Aku membersihkan sisi-sisi bajuku yang basah. Mengelapnya ringan dengan sapu tangan warna biru muda dengan motif kotak kotak dipadupadankan dengan warna pink pada beberapa baris. Aku merapikan rambut sisi kiriku yang sedikit berantakan dengan jari-jari mungilku.
Aku memandang jauh ke luar. Berharap hujan segera reda. Melihat orang berlalu-lalang menggunakan payung sebagai alat melindungi diri dari guyuran hujan yang tiada hentinya. Aku tertunduk lesu. Menghela nafas.  “Seandainya aku menuruti apa kata Ibu. Aku pasti tidak akan terjebak hujan. Seandainya saja aku membawa payung. Yah, seandainya!” gumamku. Aku masih terus tertunduk lesu melihat gerakan kaki kananku ke depan lalu ke belakang, terus begitu. Yah, cukup untuk mengusir kepenatan menunggu hujan yang sangat deras ini reda hanya untuk sepuluh menit saja. Cukup sepuluh menit lagi dengan berjalan kaki santai aku sampai di rumah.
Dari ujung kanan, terlihat seseorang mengenakan sepatu klimis berwarna hitam pekat. Aku mulai mendongakkan kepalaku. Berusaha melihat siapa seseorang itu. Seseorang yang memakai celana jeans warna biru sangat tua. Kemeja polos dengan warna biru muda. Lelaki berumur sekitar 20 tahun. Terlihat jelas dari perawakannya. Terlihat gagah. Dewasa. Tetapi belum berkerut. Payung! Dia menggunakan payung berwarna hitam. Tidak jelas bagaimana wajahnya karena terhalangi oleh payung yang dia gunakan. Tiba-tiba dia berhenti di sampingku. Bukan tepat disampingku. Sekitar satu meter dariku. Samping kananku. Dia meletakkan mawar disana. Mawar putih. Satu tangkai. Dia memandangnya sejenak lalu pergi begitu saja. Aku terus melihatnya, memandanginya dengan penuh keheranan sampai dia tidak terlihat lagi.
Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Ini sudah kali keempat aku melihatnya melakukan hal yang sama di tempat yang sama. Ah! Di tanggal yang sama juga. Lelaki misterius. Yang sangat menarik perhatian. Yang cukup membikin penasaran. Membuatku memikirkannya. Membuatku bertanya-tanya. “Siapa dia?”. “Untuk apa dia melakukan hal itu?”. “Ada apa dengan dia?”. Sayang, aku tak pernah berani sedikitpun untuk menyalurkan rasa penasaranku.

Enam bulan berlalu. Aku tidak pernah melihatnya lagi. Di tempat itu. Tidak ada mawar putih lagi. Tidak ada sepatu klimis yang datang setiap satu bulan sekali. Aku terus bertanya-tanya. “Dimana dia?”. “Kenapa dia tidak datang?”. “Apa dia sakit?”. “Atau dia sudah tidak melakukan ritual aneh itu lagi?”. Aku tidak tau.

No comments:

Post a Comment