Aku berlari menuju emperan toko terdekat. “Aish, sial!”
umpatku. Hujan turun sangat derasnya dengan tibatiba. Baru saja lima menit yang
lalu aku keluar dari gerbang sekolah dengan cuaca yang bisa dibilang sangat
panas kini berubah mendung gelap serta hujan dengan tanpa ragu terus menerus
mengguyur kota ini. Aku membersihkan sisi-sisi bajuku yang basah. Mengelapnya
ringan dengan sapu tangan warna biru muda dengan motif kotak kotak
dipadupadankan dengan warna pink pada beberapa baris. Aku merapikan rambut sisi
kiriku yang sedikit berantakan dengan jari-jari mungilku.
Aku memandang jauh ke luar. Berharap hujan segera reda. Melihat
orang berlalu-lalang menggunakan payung sebagai alat melindungi diri dari
guyuran hujan yang tiada hentinya. Aku tertunduk lesu. Menghela nafas. “Seandainya aku menuruti apa kata Ibu. Aku pasti
tidak akan terjebak hujan. Seandainya saja aku membawa payung. Yah, seandainya!”
gumamku. Aku masih terus tertunduk lesu melihat gerakan kaki kananku ke depan
lalu ke belakang, terus begitu. Yah, cukup untuk mengusir kepenatan menunggu
hujan yang sangat deras ini reda hanya untuk sepuluh menit saja. Cukup sepuluh
menit lagi dengan berjalan kaki santai aku sampai di rumah.
Dari ujung kanan, terlihat seseorang mengenakan sepatu
klimis berwarna hitam pekat. Aku mulai mendongakkan kepalaku. Berusaha melihat
siapa seseorang itu. Seseorang yang memakai celana jeans warna biru sangat tua.
Kemeja polos dengan warna biru muda. Lelaki berumur sekitar 20 tahun. Terlihat jelas
dari perawakannya. Terlihat gagah. Dewasa. Tetapi belum berkerut. Payung! Dia menggunakan
payung berwarna hitam. Tidak jelas bagaimana wajahnya karena terhalangi oleh
payung yang dia gunakan. Tiba-tiba dia berhenti di sampingku. Bukan tepat
disampingku. Sekitar satu meter dariku. Samping kananku. Dia meletakkan mawar
disana. Mawar putih. Satu tangkai. Dia memandangnya sejenak lalu pergi begitu
saja. Aku terus melihatnya, memandanginya dengan penuh keheranan sampai dia
tidak terlihat lagi.
Ini bukan pertama kalinya aku bertemu dengannya. Ini sudah
kali keempat aku melihatnya melakukan hal yang sama di tempat yang sama. Ah! Di
tanggal yang sama juga. Lelaki misterius. Yang sangat menarik perhatian. Yang cukup
membikin penasaran. Membuatku memikirkannya. Membuatku bertanya-tanya. “Siapa
dia?”. “Untuk apa dia melakukan hal itu?”. “Ada apa dengan dia?”. Sayang, aku
tak pernah berani sedikitpun untuk menyalurkan rasa penasaranku.
Enam bulan berlalu. Aku tidak pernah melihatnya lagi. Di tempat
itu. Tidak ada mawar putih lagi. Tidak ada sepatu klimis yang datang setiap
satu bulan sekali. Aku terus bertanya-tanya. “Dimana dia?”. “Kenapa dia tidak
datang?”. “Apa dia sakit?”. “Atau dia sudah tidak melakukan ritual aneh itu
lagi?”. Aku tidak tau.
No comments:
Post a Comment