Tuesday, 14 January 2014

short FF : I Don't Care

cast :
-Jung Hana
-Han Yura
-Park Junsu
-Yang Mirae

Melangkahkan kaki dengan begitu beratnya. Tertunduk lesu. Tanpa semangat. Ya. Itulah aku. Sekarang. Tidak ada satu hal pun yang membuatku bersemangat setiap harinya. Tidak ada satu hal pun yang memotivasi diri ini untuk kembali bangkit. Apalah aku ini. Menyuramkan hari sendiri. Menyedihkan.

Rindu. Ya. Hati ini sedang merindu. Merindukan seseorang yang mungkin tidak merindukanku kembali. Merindukan seseorang tanpa seseorang itu mengetahuinya. Merindu tanpa dirindu. Merindu tanpa tau. Merindu tanpa mengerti. Merindu tanpa sadar. Hidupku telah diperbudak oleh rindu. Rindu yang tak kunjung redam. Rindu yang tak kunjung padam. Sebelum aku melihatnya, walau satu detik. Walau sekilas. Walau sekejap. Rindu itu tak akan pernah pergi.
“Wae? Wae geurae?” tanya seorang teman baikku, Yura namanya. Aku menggelengkan kepala. Melemparkan senyum palsu kepadanya. Yura melihatku lebih dalam dengan mata lembutnya. Lalu dia berkata, “Arra. Keumanhae, Hana-yah. Apa guna kamu memikirkannya?”. Aku tetunduk lesu. Memalingkan muka dari hadapan Yura. Yah. Yura tau segalanya. Tau semuanya. Tentangku. Bagaimana aku.
“Aku tidak tau lagi. Mungkin ini cara Tuhan menjauhkanku darinya.”
“Menjauhkan? Mungkin. Tuhan tau apa yang terbaik untukmu. Dia bukan untukmu.”
“Kalau dia bukan untukku, mengapa aku susah melupakannya? Aku lelah seperti ini.”
“Melupakan butuh proses.”
“Aku sudah lama mencoba melupakannya. Tapi nihil.”
“Semakin kamu mencoba melupakannya, semakin perasaan itu ada.”
“LALU AKU HARUS BAGAIMANA, YURA?” aku sedikit meninggikan nada. Lalu pergi dari hadapan Yura. Aku sedang ingin sendiri. Sendiri dalam duniaku.
Sudah dua-puluh-sembilan-hari setelah dia memutuskan untuk resain dari pekerjaan ini, aku tidak melihatnya. Benar benar rasa ini begitu mencabik-cabikku. Aku begitu merindukannya. Sungguh.
Pekerjaan terbengkalai. Deadline setiap saat. Haaahh. Aku bisa gila. Bagaimana bisa aku diperbudak oleh perasaan seperti ini? Tapi aku tidak bisa bangkit. Tidak bisa. Selalu kucoba. Tapi tidak pernah berhasil. Hell yeah. Dia benar benar membuat hidupku kacau. Membuat perasaanku kacau. Membuat hati ini kacau.
“AAARRRRGGGHHTTT” aku mengobrak-abrik meja kerjaku. Berantakan. Kertas-kertas penting itu berjatuhan. Seperti semua orang melihat ke arahku. Aku tidak peduli. aku tidak peduli. aku tidak peduli. Serasa seseorang mendekat ke arahku. Mengelus-elus pundakku. Tak terasa jatuh air mataku. Air mata berhargaku yang tidak sembarangan aku menjatuhkannya untuk seorang pria.
“Sudahlah, Hana. Keumanhae. Keumanhae jebal. Jangan menyiksa dirimu seperti ini,” Yura menenangkanku. Dengan lembut dia menasehatiku. Selalu menasehatiku. Tanpa bosan dia terus menasehatiku. Aku beruntung mempunyai teman seperti Yura Tuhan mengirimkan aku malaikat seperti dia. Aku beruntung. Sangat beruntung.
Aku terus menangis di pelukan Yura. Terus menangis dan terus menangis. Menangis tiada henti seperti semuanya telah terlambat.
***
Berjalan seperti biasa dengan sangat berat melangkahkan kaki. Tiba-tiba langkahku terhenti. Aku melihat seseorang berhenti di depanku. Sepatu itu. Aku mengenalnya. Aku sangat mengenalnya. Aku mendongak ke atas. Aku tersentak kaget. Benar. Dia. Junsu. Junsu Oppa. Junsu Oppa di depan mataku. Aku ingin memeluknya saat itu juga. Ingin kukatakan bahwa selama ini aku merindukannya. Aku juga ingin mengatakan bahwa selama ini aku juga mencintainya. Aku ingin mengatakan itu semua. Tapi aku menahannya. Membiarkan mata kami bertemu satu sama lain terlebih dahulu. Tidak lama. Hanya beberapa detik lalu dia menyapaku.
“Hana-yah, lama tidak bertemu.” Aku tersenyum kepadanya.
“Ada apa datang ke kantor? Rindu?” aku tertawa kecil. Dia pun tertawa. Mengikuti tawaku.
“Aku ingin memberi ini.” Junsu Oppa mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sesuatu berwarna biru muda. Sesuatu yang membuatku takut. Takut bukan main. Junsu Oppa memberikannya kepadaku. Sesuatu itu bertuliskan Junsu-Mirae. Tanganku gemetaran. Jantungku berdegup sangat kencang, sepuluh-kali-lipat dari biasanya. Darahku mengalir lebih cepat dari biasanya.
“Hana-yah. Oppa harap kamu datang. Oppa menunggumu.” Junsu Oppa tersenyum. Akupun tersenyum. Senyum palsu. Menggores luka.
Oppa pergi. Masuk ke dalam mobil barunya. Aku masih terdiam. Terpaku. Aku menjatuhkannya. Sesuatu berwarna biru muda itu.

“Hana-yah... kamu... sudah mengetahuinya?” tanya Yura yang berada di belakangku. Aku terjatuh. Yura menghampiriku. Aku mendengar suara Yura samar-samar memanggilku, "Hana-yah! Ireona! Hana-yah! Ireona jebal! Jung Hana!". Makin lama suara Yura serasa makin jauh. Sampai aku tidak mendengar sama sekali. Duniaku gelap. Duniaku sunyi. Entah. Aku tidak peduli. aku... tidak... peduli... lagi...

No comments:

Post a Comment