Wednesday, 5 December 2012

FF Myungeun : Too Late [pinkfinite]

main cast :    Son Naeun
                    Kim Myungsoo
other cast :    Jung Eunji
                    Bae Suji
                    Kim Sunggyu

FF ini terinspirasi dari curhatan temen sih hehe
cuma lebih di improve aja ga mirip banget sama cerita temen
maaf kl alurnya jelek



Summary

“Aku menyukainya. Entah rasa ini kapan bermula. Mulai hari ini aku akan mendekatinya. Dan secepatnya aku akan menyatakan perasaanku padanya”- Myungsoo
“Sahabat macam apa aku yang sedih melihat sahabatnya bahagia dengan orang lain”- Naeun
“Aku merindukanmu. Merindukan tawamu, merindukan senyummu, merindukan tangismu, semuanya. Aku merindukan saat dimana kita bersama-sama”- Myungsoo
“Kau jahat Myungsoo. Untuk bertemu denganku yang terakhir kalinya saja kau tidak bisa”- Naeun



Seoul, Februari 2010
Naeun’s P.O.V
Aku bersamanya sudah enam belas tahun. Iya. Enam belas tahun. Bukan untuk menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, kita hanya sebatas sahabat. Dia pindah rumah tepat di samping rumahku. Karena kita selalu ditempatkan pada sekolah yang sama, kita menjadi sangat dekat. Begitu dekat. Bahkan orang lain pun menganggap kita adalah sepasang kekasih. Dia, Kim Myungsoo, laki-laki yang selalu menjagaku dalam keadaan apapun. Setiap hari dari pagi sampai malam aku selalu bersama Myungsoo. Aku bahkan tau kapan dia bangun tidur, kapan dia makan, sedang apa dia, kapan dia tidur. Aku tau semuanya. Banyak wanita yang iri padaku karena aku sangat dekat dengan Myungsoo. Ya, Myungsoo memang tampan. Sangat tampan. Terlalu banyak wanita yang tergila-gila padanya. Mereka mendekatiku untuk mendapatkan Myungsoo. Tapi Myungsoo selalu mengabaikan mereka. Myungsoo belum ingin berkencan dengan siapapun. Setiap hari dia hanya menghabiskan waktu bersamaku entah apapun itu dia bilang dia lebih nyaman bersamaku daripada bersama wanita lain meskipun mereka lebih cantik dariku.
“Naeun-ah,” panggil seseorang dari belakang. Dia menepuk pundakku. Aku menoleh. Dia tersenyum dengan manisnya.
“Ah, Myungie. Mwoya?” tanyaku pada Myungsoo.
“Anni,” jawabnya. Dia duduk di sampingku. Aku memperhatikannya. Dia terlihat berbeda.
“Ya! Myungie-ah. Neo wae?” Aku menatapnya serius. Melihat setiap senti yang ada di wajahnya.
“Naega wae?  Ya! Neun-ah. Jangan melihatku seperti itu,” Dia terlihat salah tingkah.
“Neo wae, Kim Myungsoo-ssi? Senyum-senyum sendiri sedari tadi,”
“Anni. Eobseo,” jawabnya singkat.
“YA!! KIM MYUNGSOO!” bentakku kesal.
“Aih. Iya iya, aku tidak bisa berbohong padamu. Aku akan cerita,”
Aku tersenyum penuh kemenangan. Aku menatapnya dengan penuh rasa penasaran.
“Kau tau Suzy anak kelas sebelah?” tanyanya padaku. Aku mengangguk meng-iyakannya.
“Aku menyukainya. Entah rasa ini kapan bermula,” katanya.
Aku tak sadarkan diri sejenak. Mencerna apa yang telah dikatakan Myungsoo padaku baru saja. Memikirkannya kembali membuat darahku mengalir deras. Seperti nyawaku dicabut begitu saja. Tubuhku melemas. Entah mengapa ini bisa terjadi. Aku hanya diam dan memilih tetap melanjutkannya. Mendengarkan cerita Myungsoo itu.
“Yang jelas sekarang aku menyukainya. Memutuskan untuk mendapatkannya. Bagaimana menurutmu? Suzy cantik kan? Baik juga pintar,” lanjutnya.
Leherku serasa tercekat. Aku menatapnya kosong.
“Ya!! Son Naeun!” teriak Myungsoo tepat di telingaku.
“YA!!! AKU TIDAK TULI!” balasku.
“Kau, sedari tadi mendengarkan ceritaku tidak? Aku sudah bercerita panjang lebar tapi kau malah melamun,”
“Iya aku mendengarkannya. Suzy? Iya dia pantas denganmu. Puas?” jawabku agak sedikit emosi.
“Tsk! Kau ini. Yasudah ayo pulang. Ini sudah hampir malam. Kajja,” ajak Myungsoo. Myungsoo berdiri dan menarik tanganku. Aku menahannya.
“Tidak. Kau saja yang pulang. Aku masih ingin disini,” jawabku.
“Tapi ini sudah malam, Naeun-ah, ayo pulang saja,”
“Aku masih ingin disini, Kim Myungsoo-ssi,”
“Yasudah, aku menemanimu disini,” katanya. Dia kembali duduk disampingku. Aku mendorongnya hingga terjatuh.
“Kau, pulang saja,” kataku dingin.
“Kau kenapa sih?” tanya Myungsoo heran.
“Anni. Anniyo,”
Myungsoo melihatku serius. Seperti dia sedang memperhatikan salah satu panca inderaku.
“Naeun-ah, kau,” Myungsoo segera mengambil sapu tangan yang ada di sakunya. Lalu mmbersihkan hidungku.
“Mwoya??” tanyaku. Aku menghindari tangannya yang hendak menyentuh hidungku.
“Hidungmu berdarah,” jawabnya sambil kembali membersihkan hidungku yang penuh darah.
“Ah jinjayo?” Aku segera membersihkannya dengan tanganku lalu berlari pulang.
“YA!! NAEUN-AH!!” teriak Myungsoo. Aku mengabaikannya. Tetap berlari menuju rumah.
**
Myungsoo’s P.O.V
Aku berangkat sekolah seperti biasa. Berangkat ke sekolah bersama Naeun dengan sepeda bututku ini.
“Annyeong ahjumma, Naeun ada?” tanyaku pada eomma Naeun yang ada sedang menyirami tanaman di halaman depan rumah Naeun.
“Ah, Naeun sudah berangkat daritadi. Mianhae Myungie-ah,” jawab eomma Naeun dengan begitu lembut.
“Ne, gwaenchana ahjumma. Kalau begitu Myungsoo berangkat dulu,”
“Hati-hati Myungie-ah,”
Tidak seperti biasa Naeun seperti ini. Membiarkanku berangkat sendiri. Kalaupun dia ingin berangkat lebih awal seharusnya bilang dulu padaku. Kali ini tidak. Ini sungguh aneh. Dan kejadian kemarin..... Ah, molla. Aku terus menggenjot sepedaku menuju sekolah.
**
Author’s P.O.V
“Annyeong Naeun-ah,” sapa seorang gadis yang selalu membawa virus keceriaan di sekolah.
“Ah, annyeong Eunji,” balas Naeun. Eunji seperti mencari-cari seseorang.
“Sendiri? Mana Myungsoo?”
“M-Myungsoo? A-Ah, a-aku tidak bersamanya. Aku berangkat lebih awal,” jawab Naeun dengan gugup. Eunji menaikkan sedikit salah satu alisnya.
“Wae? Sedang bertengkar?” tanya Eunji menyelidik.
“A-Annio, Eunji-ah,” bantah Naeun. Eunji mendekatkan muka ke wajah Naeun.
“Ah, mana sunggyu oppa? Kau tak bersamanya?” Naeun mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Tidak. Sunggyu oppa sedang ikut kontes menyanyi. Jadi dia, tidak bisa mengantarkanku sekolah,”
“O arrasseo,”
“Naeun-ah,” panggil seorang laki-laki dari gerbang sekolah. Naeun dan Eunji menoleh ke arahnya.
“Itu Myungsoo,” kata Eunji sambil menunjuk ke arah gerbang sekolah.
“Ah, iya,” jawab Naeun dengan nada malas.
Myungsoo berlari sambil menuntun sepedanya menuju arah Naeun dan Eunji.
“Naeun-ah, kenapa tidak bilang kalau kau berangkat lebih awal,” kata Myungsoo sedikit kecewa.
“Ah, mianhae, Myungie. Aku lupa,” jawab Naeun sedikit merasa bersalah.
“Gwaenchana,” kata Myungsoo. Myungsoo mendekatkan diri pada Naeun.
“Mulai hari ini aku akan mendekatinya. Dan secepatnya aku akan menyatakan perasaanku padanya,” bisik Myungsoo pada Naeun. Naeun terdiam, terkejut dengan apa yang dibisikkan Myungsoo. Eunji melirik mereka. Myungsoo yang menyadarinya langsung tersenyum pada Eunji. Naeun segera sadarkan diri.
“Sudah bel masuk. Kajja,” ajak Naeun.
Naeun terus saja memikirkan apa yang dikatakan Myungsoo tadi pagi. Sama sekali Naeun tidak memperhatikan pelajaran sekolah hari ini. Terus terus dan terus saja dia memikirkan hal itu.
‘Aku menyukainya. Entah rasa ini kapan bermula’
‘Mulai hari ini aku akan mendekatinya. Dan secepatnya aku akan menyatakan perasaanku padanya’
Kata-kata itu terus terngiang-ngiang di telinga Naeun. Naeun tidak berselera makan. Selalu mengurung diri di kamar. Naeun juga tidak pernah menyentuh kertas dan kuas lagi untuk melukis. Seperti memang Naeun berhenti melukis. Terlebih sejak Myungsoo berkencan dengan Suzy, Myungsoo sudah tidak pernah bersama Naeun. Bahkan mereka jarang sekali bertemu. Mungkin hanya bertemu di sekolah, itupun mungkin hanya dalam kelas. Naeun tidak pernah lagi tau kapan Myungsoo bangun tidur, kapan Myungsoo makan, sedang apa Myungsoo, dan kapan Myungsoo tidur. Bahkan tidak pernah lagi Myungsoo main ke rumahnya, mengajaknya berangkat sekolah bersama, mengajaknya ke taman yang menjadi tempat penuh kenangan mereka.
“Sahabat macam apa aku yang sedih melihat sahabatnya bahagia dengan orang lain,” kata Naeun pada dirinya sendiri.
**
“Eunji-ah,” panggil Myungsoo yang kebetulan bertemu Eunji di kantin.
“Mwo?” tanya Eunji sambil menyeruput kuah bakso.
“Sudah seminggu ini Naeun tidak masuk sekolah sejak ujian kelulusan kemarin ya. Kau tau kemana dia?” tanya Myungsoo dengan memperlihatkan wajah sedikit khawatir.
“Kau kan tetangganya dan sudah berteman sejak lama, sangat tidak mungkin kau tidak tau dimana dia sekarang,” jelas Eunji yang sedikit terbawa emosi. Myungsoo terdiam.
“Benar kau tidak tau?” tanya Eunji memastikan. Myungsoo menggeleng.
“Tapi memang sih akhir-akhir ini rumah Naeun selalu sepi. Apa dia tidak di Seoul?” kata Myungsoo sedikit kecewa.
“Bukan hanya Seoul. Dia bahkan sudah tidak di Korea lagi. Dia pindah ke Jepang dan meneruskan sekolah di salah satu universitas di Jepang,” jelas Eunji.
“Dia tidak pernah memberitauku tentang hal itu. Ya memang kami sudah tidak pernah bertemu lagi, tapi setidaknya dia datang padaku dan meberitaukan itu semua,”
“Naeun memberitauku juga baru tiga hari yang lalu. Sepertinya dia memang menyembunyikan kepergiannya ke Jepang,”
Terlihat jelas bahwa Myungsoo sangat kecewa dengan keputusan Naeun yang tidak pernah memberitaukan tentang kepindahan sahabatnya itu ke Jepang. Semakin hari hubungan Myungsoo dengan Suzy semakin renggang. Hingga mereka mengakhiri hubungan mereka setelah Suzy mengkhianati Myungsoo dengan berkencan dengan laki-laki lain. Myungsoo benar-benar tidak tau harus bagaimana dan menumpahkan segala isi hatinya kepada siapa. Dia sangat merindukan Naeun. Dia mengingat-ingat bagaimana dulu mereka bersama. Ketika Naeun berubah menjadi badut dan menghibur Myungsoo yang sedang kehilangan ibunya yang meninggal karena penyakit jantung yang diderita. Ketika Myungsoo melatih Naeun naik sepeda hingga Naeun terjatuh dan menangis. Tiba-tiba Myungsoo meneteskan air mata. Dia benar-benar merindukan Naeun.
“Aku merindukanmu. Merindukan tawamu, merindukan senyummu, merindukan tangismu, semuanya. Aku merindukan saat dimana kita bersama-sama,” kata Myungsoo sambil memegang foto kenangan mereka berdua.
**
Jepang, April 2012
Myungsoo sengaja datang ke Jepang untuk menghadiri sebuah pameran lukisan yang diselenggarakan di Yoyogi, Jepang. Myungsoo yang sekarang telah menjadi fotografer terkenal di Korea sengaja membatalkan semua jadwal pemotretan yang ada pada hari itu hanya untuk datang ke pameran lukisan di Jepang karena dia tau yang menyelenggarakan acara itu adalah sahabat kecilnya, Son Naeun. Myungsoo berharap bisa bertemu dengan Naeun dan melepas kerinduannya.
Myungsoo melihat-lihat lukisan Naeun. Myungsoo tau memang lukisan Naeun adalah lukisan paling bagus yang pernah dia lihat. Naeun memang pelukis hebat. Langkah Myungsoo terhenti ketika melihat satu lukisan yaitu ketika Myungsoo membersihkan hidung Naeun yang mimisan di taman dekat rumah mereka. Myungsoo mencoba meraih lukisan itu yang dibatasi oleh kaca. Myungsoo kembali melanjutkan langkahnya. Disamping lukisan itu juga ada lukisan yang menceritakan ketika Naeun terjatuh dari sepeda dan Myungsoo menolongnya.
“Maaf, bisakah aku bertemu dengan pemilik lukisan ini?” tanya Myungsoo pada salah satu karyawan. Karyawan itu memanggil seorang ibu yang sudah agak tua.
“Ahjumma, sudah lama kita tidak bertemu,” kata Myungsoo yang kemudian memeluk eomma Naeun yang sangat dirindukannya.
“Apa kabar Myungie?” tanya eomma Naeun yang sudah mulai tua.
“Baik, ahjumma. Ah, mana Naeun? Aku sangat merindukannya. Aku sangat ingin bertemu dengannya,” kata Myungsoo dengan semangat menggebu. Eomma Naeun terdiam. Lalu mengajak Myungsoo masuk dalam mobil dan mengantarkannya pada sebuah tempat sepi hanya ada pohon dan bunga-bunga. Mata Myungsoo tertuju pada satu batu bertuliskan nama Son Naeun.
“Naeun sudah meninggal dua bulan yang lalu. Dia menderita leukimia sejak tiga tahun lalu,” jelas eomma Naeun. Myungsoo sontak terkejut. Seperti ditampar ratusan kali. Seperti nyawanya sudah pada ujung kepala. Tubuhnya melemas.
“Maafkan ahjumma karena tidak memberitahumu tentang hal ini. Karena ini permintaan Naeun,” lanjut eomma Naeun.
“Gwaenchana ahjumma. Myungsoo hanya terkejut dan masih belum percaya,” kata Myungsoo yang masih sangat terkejut. Myungsoo mulai meneteskan air mata.
Eomma Naeun menyerahkan surat yang ditulis Naeun untuk Myungsoo,”Ini surat darinya untukmu, Myungie.”
Myungsoo meraihnya. Membukanya. Dan membacanya kata demi kata. Air mata Myungsoo terus mengalir deras.
Annyeong, Myungie. Apa kabar? Kau pasti terkejut dengan kabar yang kau dengar tentangku. Mianhae, aku tidak memberitaumu tentang penyakitku. Aku hanya tidak ingin kau khawatir. Dan untuk kepindahanku ke Jepang, aku sudah berusaha untuk memberitaumu, tetapi kau selalu tidak ada waktu untuk bertemu denganku. Uljima, Myungie-ah. Aku baik-baik saja disini. Tuhan menjagaku dengan baik. Aku selalu berdoa demi kebahagiaanmu. Maafkan aku, aku telah merusak janji persahabatan kita. Aku mencintaimu, Myungie-ah. Mianhae. Maaf karena telah mencintaimu.
Sahabatmu dan juga wanita yang mencintaimu diam-diam,
Son Naeun
“Maafkan aku, Naeun-ah. Sejak kau pergi ke Jepang, aku terus memikirkanmu, merindukanmu, dan memimpikanmu setiap malam. Dan aku terlambat untuk menyadari bahwa aku sangat mencintaimu,” Myungsoo berkata dengan memeluk bati bertuliskan Naeun yang ada di hadapannya.


Epilog

“Naeun-ah, kau yakin pindah ke Jepang?” tanya eomma Naeun.
“Ne, eomma. Penyakit ini semakin parah. Aku tidak mau Myungie tau tentang ini. Lebih baik ke Jepang, menjalani perawatan disana dan juga aku bisa melanjutkan sekolahku disana,” jawab Naeun mantap.
“Kau tidak memberitau Myungsoo tentang kepindahanmu?”
“Pasti eomma, aku akan memberitaunya secepatnya,”
Naeun terus menghubungi Myungsoo, mengajaknya bertemu untuk memberitaukan tentang kepindahannya ke Jepang. Tetapi Myungsoo tidak pernah ada waktu. Myungsoo lebih memilih menemani Suzy belanja dan ke salon daripada meluangkan sedikit waktunya untuk bertemu dengan Naeun. Hingga pada hari dimana Naeun harus sudah berangkat ke Jepang, Naeun masih belum bisa memberitau Myungsoo.
“Kau jahat Myungsoo. Untuk bertemu denganku yang terakhir kalinya saja kau tidak bisa.”

No comments:

Post a Comment